Tak ingin ajaran agama Islam beredar luas di masa penjajahan Belanda, membuat pemerintahan kolonial kala itu mengumpulkan etnis Arab di kawasan Ampel. Akhirnya, kawasan ini menjadi salah pusat pendidikan agama Islam di Surabaya mulai pada masa penjajahan. Ahli sejarah Kota Surabaya, Dukut Imam Widodo mengatakan kawasan Ampel sudah ada sejak masa Kerajaan Majapahit. Dulu Ampel merupakan kampung yang biasa saja sama seperti kampung pada umumnya. “Namun karena pada saat itu Raden Rahmad atau Sunan Ampel ini tiba di kawasan itu maka banyak orang sepakat di kawasan itu menjadi kawasan pengembangan agama Islam di Surabaya,” katanya.
Memang kedatangan pedagang Arab di Surabaya ini tidak membawa keluarga, akhirnya mereka menikah dengan wanita pribumi. Kawasan Ampel ini merupakan pertemua http://www.juandaairport.com/2016/03/tarif-parkir-inap-di-bandara-juanda.html n berbagai etnis, yang dido minasi oleh etnis ketu runan Arab. Komunitas Arab telah menghuni kawasan ini sejak berabad - abad silam, yaitu ketika para musafir yang berasal dari Hadramaut datang ke Pulau Jawa. Kawasan inilah yang menjadi saksi awal mula perkembangan Islam di Nusantara. Ampel ini dulunya dihuni oleh banyak sekali etnis.
Namun, pada masa kolonial Belanda, masyarakat ke turunan Arab dipaksa untuk bermukim di sekeliling Masjid Sunan Ampel agar ajaran agama mereka tidak mengkontaminasi ajaran agama yang dibawa penjajah dari Negeri Kincir Angin ini. Oleh Belanda, kawasan ini disebut Arabsche Kamp atau Kampung Arab. Untuk mengawasi daerah tersebut, ditunjuklah satu orang yang bertindak sebagai Kapten Arab. “Untuk bisa jadi kapten ini, menan dakan mereka sangat kaya di kawasan itu. Jadi ada semacam gelar di sana untuk kedu dukan sosial nya,” kata Dukut.
Ketika penjajahan berakhir, masyarakat keturunan Arab yang sudah telanjur kerasan tinggal di daerah tersebut, memutuskan untuk menjadikan Kawasan Ampel menjadi Pusat Perkembangan Agama Islam. Inilah yang menyebabkan budaya Timur Tengah masih terasa sangat kental di daerah ini. Kampung Ampel Surabaya ini terdapat akulturasi budaya yang sangat kuat, antara komunitas Arab sebagai komunitas terbesar, dengan komunitas lokal seperti Madura, Jawa dan komunitas pendatang lainnya, seperti Tionghoa. Budaya-budaya ini bisa berbaur dengan mudah dengan adanya bahasa sehari hari yang mereka pahami sebagai bahasa Kampung Arab. Bahkan, menurut Ketua Komunitas Arab di Surabaya Abdullah Batati, bahasa ini tidak hanya di pahami oleh komunitas Arab saja, tetapi juga oleh komunitas Jawa dan Madura kelahiran daerah tersebut.
Kawasan ini merupakan tempat berkumpulnya peradaban budaya, pusat perekonomian, dan masyarakat multikultur. Misalkan, jalan - jalan yang melingkupi kawasan Ampel, seperti Jl Panggung dan Jl Sasak, hinga kini masih ada aktivitas bisnis yang masih berjalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar